Minggu, 06 November 2011

Sistem ekonomi kerakyatan melalui geerakan koperasi

SISTEM EKONOMI KERAKYATAN MELALUI
GERAKAN KOPERASI INDONESIA
1. Pendahuluan
Ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang berbasis pada kekuatan ekonomi rakyat. Dimana ekonomi rakyat sendiri sebagai kegiatan ekonomi atau usaha yang dilakukan oleh rakyat kebanyakan (popular) yang dengan secara swadaya mengelola sumberdaya ekonomi apa saja yang dapat diusahakan dan dikuasainya, yang selanjutnya disebut sebagai Usaha Kecil dan Menegah (UKM) terutama meliputi sektor pertanian, peternakan, kerajinan, makanan, dan sebagainya yang ditujukan terutama untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dan keluarganya tanpa harus mengorbankan kepentingan masyarakat lainnya.
Pengertian demokrasi ekonomi atau sistem ekonomi kerakyatan termuat lengkap dalam penjelasan pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi : “Produksi dikerjakan oleh semua untuk semua dibawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang! Sebab itu faktor-faktor  produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang-orang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasinya. Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ada di tangan orang-seorang. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
Keikutsertaan anggota masyarakat dalam memiliki faktor-faktor produksi itulah antara lain yang menyebabkan dinyatakannya koperasi sebagai bangun perusahaan yang sesuai dengan sistem ekonomi kerakyatan. Sebagaimana diketahui, perbedaan koperasi dari perusahaan perseroan terletak pada diterapkannya prinsip keterbukaan bagi semua pihak yang mempunyai kepentingan dalam lapangan usaha yang dijalankan oleh koperasi untuk turut menjadi anggota koperasi. Sehubungan dengan itu, Bapak Koperasi Indonesia Bung Hatta, berulangkali memebedakannya secaradiametral dari bentuk-bentuk perusahaan yang lain, seperti dihilangkannya pemilahan buruh-majikan, yaitu diikutsrtakannya buruh sebagai pemilik perusahaan atau anggota koperasi. Sebagaimana ditegaskan oleh Bung Hatta, “Pada koperasi tak ada majikan dan tak ada buruh, semuanya pekerja yang bekerjasama untuk menyelenggarakan keperluan bersama. Bukan corak pekerjaan yang dikerjakan yang menjadi ukuran untuk menjadi anggota, melainkan kemauan dan rasa bersekutu dan cita-cita koperasi yang dikandung dalam dada dan kepala masing-masing.
Berdasarkan keterangan tersebut, kiranya jelas, karakter utama ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi pada dasarnya terletak pada dihilangkannya watak individualistis dan kapitalistis dari wajah perekonomian Indonesia. Secara mikro hal itu antara lain berarti diikutsertakannya pelanggan dan buruh sebagai anggota koperasi atau pemilik perusahaan. Sedangkan secara makro hal itu berarti ditegakkannya kedaulatan ekonomi rakyat dan diletakannya kemakmuran masyarakat di atas kemakmuran orang-seorang.  
2. Pasar Bebas , Otonomisasi dan Perekonomian Rakyat
Gejala pasar bebas sebagai bagian dari kecenderungan perekonomian dunia mulai terlihat pada 1980-an. Perubahan tatanan perekonomian dunia tersebul ditandai dengan terjadinya pengaturan preferensi perdagangan baik tarif maupun non tarif oleh negara-negara maju. Perubahan mendasar ini dilatarbelakangi oleh semakin tingginya proteksionisme di negara-negara berkembang. Pengaturan preferensi perdagangan secara langsung mempengaruhi pembangunan di banyak negara berkembang.
Untuk menangkal dampak negatif dari perubahan pereknomian tersebut memang sudah dikeluarkan berbagai kebijaksahaan yang seharusnya sudah terkait dengan tujuan pembangunan untuk kemakmuran rakyat secara keseluruhan. Berbeda dengan strategi pembangunan perekonomian pada dasawarsa sebelumnya yang menekankan pada pembangunan ke sisi penawaran (supply side strategic), yang ditandai dengan pembangunan industri substitusi import, dengan adanya globalisasi seharusnya orientasi pembangunan diarahkan pada sisi permintaaan (demand side strategies). Namun berbagai kebijaksanaan yang dikeluarkan nampaknya juga belum mampu mendominankan sisi permintaan yang terkait dengan peningkatan kesejahteraan sebagian besar warga masyarakat. Hal yang demikian memaksa pemerintah untuk kembali memilih sistem perekonomian yang mampu mentransformasikan rakyat menjadi lebih sejahtera, melalui pengembangan konsep sistem ekonomi kerakyatan.
            Sistem ekonomi kerakyatan mencakup semua kegiatan ekonomi yang dilaksanakan oleh dan untuk kepentingan orang banyak, baik dalam kedudukannya sebagai produsen, pedagang maupun konsumen. Berdasarkan batasan tersebut jelaslah bahwa sistem ekonomi kerakyatan mempunyai dimensi yang luas dan mencakup jumlah penduduk yang sangat besar.
            Usaha kecil merupakan usaha ekonomi rakyat yang tersebar tidak merata, dan terbanyak adalah di sektor pertanian yaitu mencapai 31,1 juta unit, kemudian diikuti oleh sektor informal 4,2 juta unit. Diketahui bahwa usaha tani di Indonesia produktifitasnya relatif rendah, demikian juga nilai tukarnya sangat memprihatinkan. Kondisi tersebut semakin diperparah lagi dengan sangat kecilnya rata-rata pemilikan lahan, sehingga sebagian besar usaha tani tidak mencapai skala ekonomi yang menguntungkan. Demikian juga dengan sektor informal, sektor ini merupakan sektor peralihan yang produktifitasnya paling rendah di antara semua sektor perekonomian. Dari sini terlihat bahwa selama era orde baru, usaha kecil hanya berpeluang berkembang di sektor-sektor yang memiliki nilai tambah realtif rendah. Dengan demikian adalah wajar jika kemampuan pengembangan usaha mereka juga rendah, serta tingkat kesejahteraan juga memprihatinkan.
Berbagai Upaya untuk mengaitkan pemberdayaan ekonomi rakyat dengan pembangun usaha besar telah dilakukan antara lain melalui program kemitraan usaha. Tetapi keberhasilannya tidak nyata, bahkan ada kecenderungan terjadinya ekploitasi terhadap pengusaha kecil tersebut oleh usaha besar. Dampak negatif dari bentuk kemitraan tersebut sangat mungkin terjadi, karena kemitraan yang dibentuk antara dua pelaku ekonomi dengan posisi tawar yang tidak berimbang, level playing field yang sangat berbeda. Satu-satunya solusi yang kemudian dikembangkan untuk memberdayakan usaha kecil sebagai unsur utama ekonomi rakyat adalah melalui pengembangan kelembagaan usaha koperasi. 


3. Kendala dan Reposisi Koperasi
Sejalan dengan ide pengembangan eksistensi koperasi, dalam kondisi krisis ekonomi, gIobaIisasi/liberalisasi ekonomi dunia sekarang ini, upaya untuk mendorong dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pembangunan koperasi adalah sangat penting. Keikutsertaan warga masyarakat sebagai pelaku ekonomi tersebut diperlukan dalam upaya mencapai sasaran-sasaran makro pembangunan ekonomi yaitu penyembuhan ekonomi nasional. Hal tersebut didasarkan atas pemikiran bahwa pembangunan koperasi tidak dapat lagi hanya disandarkan pada pendanaan dari pemerintah, terlebih lagi dengan kondisi keuangan pemerintah sekarang ini yang semakin menyempit karena lebih banyak bersandar pada pinjaman dari luar negeri (terutama IMF).
Melihat perkembangan akhir-akhir ini jelas tidak tampak adanya reformasi di bidang ekonomi lebih-Iebih di sektor moneter, bahkan kecenderungan yang ada, adalah untuk membangun kembali usaha konglomerat yang hancur dengan cara mengkonsentrasi kemampuan keuangan dengan rekapitulasi bank-bank. Dalam menghadapi situasi seperti ini, alternatif terbaik bagi koperasi dan usaha kecil adalah menghimpun kekuatan sendiri, baik kekuatan ekonomi maupun kekuatan politis, atau baik sebagai badan usaha maupun sebagai gerakan ekonomi rakyat, untuk memperkuat posisi tawar (bargaining position) mereka. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah mereka harus membangun koperasi, baik sebagai badan usaha maupun sebagai gerakan dalam satu kiprah yang simultan, Dengan berkoperasi mereka dapat menghimpun kekuatan kecil-kecil yang ada padanya, untuk digerakan dan diarahkan dalam rangka memperbaiki posisi ekonominya. Dengan menguatnya posisi ekonomi dari mereka, pada gilirannya posisi politisnya pun akan membaik sehingga posisi tawar mereka akan menguat, yang pada gilirannya eksistensinya dalam penentuan kebijaksanaan perekonomian nasional juga akan semakin membaik. Hal tersebut dimungkinkan karena koperasi memiliki peluang yang cukup besar mengingat potensi ekonomi anggota koperasi walaupun kecil-kecil tetapi sangat banyak dan tersebar, sehingga mampu membentuk kekuatan yang cukup besar baik dari aspek produksi, konsumsi maupun jasa-jasa.

Namun pada saat yang sama, pembangunan sistem ekonomi ini juga mengalami suatu kendala yang besar. Permasalahan yang dihadapi dalam membangun sistem ekonomi kerakyatan khususnya koperasi adalah masalah struktural dengan berbagai cirinya. Misalnya saja, masalah kelemahan pengelolaan/manajemen dan kelangkaan akan modal. Kelemahan pengelolaan/ manajemen disebabkan olen tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki masyarakat masih terbatas. Sedangkan kelangkaan akan modal disebabkan oleh kondisi ekonomi masyarakat kita umumnya masih lemah, dan justru dengan berkoperasi mereka bersatu dan berupaya untuk tumbuh dan berkembang menjadi kekuatan ekonomi yang lebih kuat dan dapat diandalkan.
Permasalahan yang dihadapi koperasi dalam tiga dekade terakhir ini dapat dikemukakan sebagai berikut 
a.      Kelembagaan Koperasi
Sejumlah masalah kelembagaan koperasi yang memerlukan langkah pemecahan di masa mendatang meliputi hal-hal:
1) Kelembagaan koperasi beum sepenuhnya mendukung gerak pengembangan usaha. Hal ini disebabkan adanya kekuatan, struktur dan pendekatan pengembangan kelembagaan yang kurang memadai bagi pengembangan usaha. Mekanismenya belum dapat dikembangkan secara fleksibel untuk mendukung meluas dan mendalamnya kegiatan usaha koperasi. Aspek kelembagaan yang banyak dipermasalahahkan antara lain adalah daerah kerja, model kelembagaan koperasi produksi, koperasi konsumsi dan koperasi jasa, serta pemusatan koperasi.
 2) Alat perlengkapan organisasi koperasi belum sepenuhnya berfungsi dengan baik. Hal ini antara lain disebabkan oleh:
a) Pengurus dan Badan Pemeriksa (BP) yang terpilih dalam rapat anggota serta pelaksana usaha pada umumnya tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai, sehingga kurang mampu untuk melaksanakan pengelolaan organisasi, manajemen dan usaha dengan baik, serta kurang tepat dalam menanggapi perkembangan lingkungan.
b) Mekanisme hubungan dan pembagian kerja antara Pengurus, Badan Pemeriksa dan Pelaksana Usaha (Manajer) masih belum berjalan dengan serasi dan saling mengisi.
c) Penyelenggaraan RAT koperasi masih belum dapat dilakukan secara tepat waktu dan dirasakan masih belum sepenuhnya menampung kesamaan kebutuhan, keinginan dan kepentingan dari pada anggotanya. 
b.     UsahaKoperasi
Masalah-masalah yang dihadapi dalam pengembangan usaha koperasi tidak dapat dipisahkan dari masalah kelembagaan serta alat kelengkapan organisasi koperasi dan kemampuan para pengelolanya seperti yang diuraikan di atas. Adapun masalah yang berkaitan dengan pengembangan usaha adalah :
1) Dalam pelaksanaan usaha, koperasi masih belum sepenuhnya mampu mengembangkan kegiatan di berbagai sektor perekonomian karena belum memiliki kemampuan memanfaatkan kesempatan usaha yang tersedia.
2) Belum sepenuhnya tercipta jaringan mata rantai tataniaga yang efektif dan efisien, baik dalam pemasaran hasil produksi anggotanya maupun dalam distribusi bahan kebutuhan pokok para anggotanya.
3) Terbatasnya modal yang tersedia khususnya dalam bentuk kredit dengan persyaratan lunak untuk mengembangkan usaha, terutama yang menyangkut kegiatan usaha yang sesuai dengan kebutuhan anggota, di luar kegiatan program pemerintah. Selain itu koperasi masih belum mampu melaksanakan pemupukan modlal sendiri yang mengakibatkan sangat tergantung pada kredit dari bank walaupun biayanya lebih mahal.
4) Keterbatasan jumlah dan jenis sarana usaha yang dimiliki koperasi, dan kemampuan para pengelola koperasi dalam mengelola sarana usaha yang telah dimiliki.
5) Belum terciptanya pola dan bentuk-bentuk kerjasama yang serasi, baik antar koperasi secara horizontal dan vertikal maupun kerjasama antara koperasi dengan BUMN dan Swasta. 
c.      Aspek Lingkungan
Aspek lingkungan yang terdiri dari kondisi ekonomi, politik, sosial dan budaya, tidak dapat dilepaskan dari proses pengembangan koperasi. Di satu pihak kondisi tersebut dapat memberikan kesempatan, di pihak lain dapat menimbulkan hambatan bagi perkembangan koperasi. Adapun kondisi lingkungan yang dapat diidentifikasikan, sebagai berikut
1)    Kemauan politik yang kuat dari amanat GBHN 1999-2004 dalam upaya pengembangan koperasi, kurang diikuti dengan tindakan-tindakan yang konsisten dan konsekuen dari seluruh lapisan struktur birokrasi pemerintah.
2)    Kuran adanya keterpaduan dan konsistensi antara program pengembangan koperasi dengan program pengembangan sub-sektor lain, sehingga program pengembangan sub-sektor koperasi seolah-olah berjalan sendiri, tanpa dukungan dan partisipasi dari program pengembangan sektor lainnya.
3)    Dirasakan adanya praktek dunia usaha yang mengesampingkan semangat usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan gotong-royong.
4)    Masih adanya sebagian besar masyarakat yang belum memahami dan menghayati pentingnya berkoperasi sebagai satu pilihan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan.
5)    Sikap sebagian besar masyarakat di lingkungan masyarakat yang miskin dirasakan masih sulit untuk diajak berusaha bersama, sehingga di lingkungan semacam itu kehidupan berkoperasi masih sukar dikembangkan.
6)    Sebagai organisasi yang membawa unsur pembaruan, koperasi sering membawa nilai-nilai baru yang kadang-kadang kurang sesuai dengan nilai yang dianut oleh masyarakat yang lemah dan miskin terutama yang berada di pedesaan.


Salah satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan melakukan reposisi peran koperasi yang secara mandiri dilakukan oleh koperasi dan pengusaha kecil. Keikutsertaan pemerintah dalam program ini dibatasi hanya sebagai fasilitator dan regulator, melalui suatu mekanisme yang menempatkan koperasi dan usaha kecil sejajar dengan perusahaan-perusahaan milik swasta dan perusahaan milik pemerintah. Strategi tersebut merupakan langkah yang perlu diLempuh berdasarkan pemikiran bahwa dengan program ini memungkinkan  permasalahan yang dihadapi koperasi dapat ditangani sekangus. Dalam hal ini, selain koperasi memiliki kesempatan untuk eksis dalam usaha-usaha yang selama ini seakan "diharamkan" untuk koperasi, seperti dalam pengelolaan hutan dan ekspor/impor. Program ini juga sekaligus juga dapat membuktikan bahwa koperasi dan usaha kecil mampu berperan sebagai kelembagaan yang menopang pemberdayaan ekonomi rakyat dalam sistem ekonomi kerakyatan. 
4. Pola Reposisi Peran Koperasi
            Keberhasilan koperasi dalam melaksanakan peranannya antara lain sangat ditentukan faktor-faktor sebagai berikut:
a.      Kemampuan menciptakan posisi pasar dan pengawasan harga yang layak antara lain dengan cara: 1) Bertindak bersama dalam menghadapi pasar melalui pemusatan kekuatan dari anggota; 2) Memperpendek jaringan pemasaran; 3) Memiliki alat perlengkapan organisasi yang berfungsi dengan baik seperti pengurus, Rapat Anggota, dan Badan Pemeriksa, serta manajer yang terampil dan berdedikasi; 4) Memiliki kemampuan sebagai suatu unit usaha dalam mengatur jumlah dan kualitas barang-barang yang dipasarkan melalui kegiatan pergudangan, penelitian kualitas yang cermat dan sebagainya.
b.      Kemampuan koperasi untuk menghimpun dan menanamkan kembali modal, dengan cara penumpukan modal anggota;
c.      Penggunaan sarana dan prasarana yang tersedia secara optimal untuk mempertinggi efisiensi.
d.      Terciptanya keterampilan teknis di bidang produksi, pengolahan dan pemasaran yang tidak mungkin dapat dicapai oleh anggota secara sendiri-sendiri.
e.      Pembebanan resiko dari anggota kepada koperasi sebagai satu unit usaha, yang selanjutnya kembali ditanggung secara bersama oleh anggotanya.
f.        Pengaruh dari koperasi terhadap anggota yang berkaitan dengan perubahan sikap dan perilaku yang lebih sesuai dengan tuntutan perubahan lingkungan, diantaranya perubahan teknologi, pasar dan dinamika masyarakat. . 
5. Pelaksanaan Program Reposisi Peran Koperasi
            Untuk mencapai tujuan dan sasaran atas dasar bidang prioritas, maka dalam upaya melakukan reposisi peran koperasi diperlukan perencanaan program yang terarah dan terencana, sehingga diharapkan koperasi akan menjadi lembaga ekonomi yang kuat, dan mampu tumbuh dan kembang dengan kekuatan sendiri. Untuk itu ditetapkan empat pendekatan dasar yaitu:
a.      Proses, karena perkembangan koperasi merupakan rentang perubahahan ke arah kemajuan.
b.      Metode, karena pembangunan koperasi menempuh cara-cara yang terencana dan terpadu diatas disiplin keteraturan dan kesinambungan sehingga dapat mendorong perkembangan koperasi.
c.      Program, karena perkembangan koperasi merupakan paduan dari berbagai kegiatan, berbagai bidang kehidupan yang menyangkut kepentingan, dan kebutuhan masyarakat kecil baik di daerah perkotaan maupun pedesaan;
d.      Gerakan, karena pertumbuhan dan perkembangan koperasi sesungguhnya merupakan suatu gerakan yang bersumber dari cita-cita kemasyarakatan, yang ingin diwujudkan bersama sesuai dengan asas kekeluargaan dan gotong-royong. Ke empat pendekatan tersebut merupakan satu kesatuan pendekatan yang harus diterapkan secara komprehensif sesuai dengan tahap-tahap reposisi peran koperasi. 
Adapun kebijaksanaan tersebut meliputi berbagai aspek, yaitu:
1.      Tersedianya kesempatan usaha yang seluas-luasnya beserta tersedianya bantuan fasilitas permodalan dengan syarat yang memadai, untuk pengadaan sarana produksi, pengolahan dan pemasaran yang dibutuhkan.
2.      Kebijaksanaan dalam rangka pemupukan modal melalui simpanan wajib, yang terpusat dan terpadu, di samping melakukan usaha untuk makin menggalakkan kesadaran menabung dari anggota sendiri. Pemupukan modal merupakan pendukung utama bagi terbentuknya lembaga keuangan yang dimiliki oleh koperasi
3.      Kebijaksanaan pembinaan organisasi dan manajemen koperasi melalui pendidikan dan latihan, serta penyediaan bantuan tenaga manajemen yang terampil dan memiliki motivasi serta idealisms koperasi.
4.      Terjalinnya pola kerjasama antara koperasi dalam satu kesatuan jalinan kelembagaan koperasi yang terpadu dan menyeluruh, serta terkait dalam tata ekonomi nasional bersama-sama dengan usaha swasta dan usaha negara.
5.      Terselenggaranya penelitian, pengkajian dan pengembangan perkoperasian secara lebih mantap dan terarah.
6. Agenda Reposisi
            Beberapa agenda reposisi adalah sebagai berikut:
a.      Reposisi Kelembagaan Koperasi, meliputi:
1)     Bagaimana fleksibilitas kelembagaan koperasi dalam mengantisipasi dinamika perubahan akibat globalisasi
2)     Bagaimana peningkatan partisipasi anggota koperasi
3)     Bagaimana pembinaan dan pengembangan manajemen koperasi berdasarkan pengembangan sistem informasi
4)     Bagaimana memanfaatkan perkembangan informasi teknologi untuk penerangan, penyuluhan, pendidikan dan latihan perkoperasian
5)     Bagaimana pengawasan koperasi dalam era transparasi dan bertanggung gugat
6)     Bagaimana peningkatan peranan DEKOPIN dalam pembinaan koperasi, advokasi
b.     Reposisi Pengembangan Usaha Koperasi, meliputi:
1)     Bagaimana peningkatan dan pengembangan efisiensi dan produktivitas usaha koperasi
2)     Bagaimana peningkatan dan pengembangan kesempatan usaha bagi koperasi dalam era pasar bebas
3)     Bagaimana peningkatan dan pengembangan struktur permodalan
4)     Bagaimana peningkatan dan pengembangan sarana usaha koperasi

c.      Program Penelitian dan Pengembangan Koperasi, meliputi:
1)     Peningkatan kegiatan penelitian dan pengembangan, yang meliputi seluruh aspek pengembangan perkoperasian melalui pendekatan interdisipliner dan lintas sektoral yang terkoordinasi dan terintegrasi.
2)     Pengkajian dan perumusan pengetahuan perkoperasian dalam rangka penyusunan keilmuan koperasi, sebagai bahan pengajaran ilmu koperasi dalam pendidikan formal.
3)     Meningkatkan kegiatan penelitian dan pengembangan perkoperasian untuk memberikan masukan yang diperlukan bagi penyusunan pola pengembangan koperasi serta persiapan langkah-langkah bagi usaha membangun koperasi.
4)     Mengembangkan berbagai pola dan perangkat pembangunan koperasi baik perangkat lunak maupun perangkat keras, yang meliputi aspek-aspek manajemen personil, permodalan dan perkreditan, produksi serta pemasaran.
5)     Mengkaji proyek rintisan/percontohan dalam rangka memperoleh sistem dan peralatan teknis yang belum dijadikan pola atau sistem operasional.
6)     Mengembangkan pusat dokumentasi ilmiah dan informasi perkoperasian yang didukung oleh sistem dan jaringan informasi yang menyeluruh dan terpadu, guna memonitor dan mengevaluasi berbagai perkembangan pembangunan koperasi serta dampak sosial ekonomi yang ditimbulkannya.
Disamping melaksanakan kegiatan-kegiatan diatas, dan dalam upaya reposisi peran koperasi juga perlu dilaksanakan kegiatan tambahan yang merupakan upaya untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna sarana dan sistem administrasi koperasi secara terpadu melalui peningkatan profesionalisme, idealisme dan dinamika organisasi dengan memanfaatkan sumber daya lembaga pembina koperasi secara optimal. Upaya ini terutama ditujukan guna mendukung proses konsolidasi Gerakan Koperasi. Dalam rangka memantapkan dan menyempurnakan pendayagunaan sarana tersebut perlu disusun kegiatan sebagai berikut:
  1. Meningkatkan daya guna dan hasil guna pemanfaatan sarana dan prasarana fisik di lingkungan lembaga pembina koperasi, sehingga dapat memperlancar pelaksanaan kegiatan reposisi peran koperasi.
  2. Menyempurnakan dan meningkatkan tatalakasana dan administrasi di lingkungan lembaga pembina koperasi yang menunjang pelaksanaan tugas-tugasnya dalam mendukung pembangunan perkoperasian pada khususnya, melalui penyempurnaan dan peningkatan proses perumusan/ penyusunan kebijaksanaan, rencana, program, pelaksanaan dan pengendalian kegiatan pelaksanaan gerakan serta kegiatan reposisi peran koperasi.
  3. Memantapkan dan menyempurnakan sistem pengawasan di lingkungan lembaga pembina koperasi, baik pengawasan fungsional internal maupun pengawasan eksternal. Dalam hubungan ini perlu disempurnakan dan dimantapkan lebih lanjut sistem informasi manajemen untuk mendukung pelaksanaan proses monitoring dan evaluasi berbagai program pembinaan perkoperasian secara transparan.
  4. Meningkatkan kerjasama antara gerakan dan lembaga pembina koperasi dalam rangka mewujudkan keterpaduan konsistensi pelaksanaan kebijaksanaan dan program pengembangan koperasi dengan pengembangan sektor lainnya.
7. Penutup
Sebagai pedoman dasar dan arah yang jelas bagi pelaksanaan pembangunan koperasi dalam era reformasi, maka di perlukan adanya Konsep Dasar Reposisi Peran Koperasi yang diaplikasikan dalam bentuk ”Pola Dasar Pengembangan Peran Koperasi”. Pola dasar tersebut memuat tujuan, pendekatan, manfaat dan sasaran reposisi peran koperasi.
Pelaksanaan konsep dasar reposisi peran koperasi tersebut, memerlukan penjabaran-penjabaran lebih lanjut secara teknis pada setiap tahun dalam bentuk Rencana Operasional Pengembangan Peran Koperasi (ROPPK), agar terjadi kesamaan gerak langkah dalam kegiatan operasional antar koperasi di lapangan. Atas dasar ROPPK, secara operasional tiap-tiap koperasi perlu mempertimbangkan potensi kondisi dan situasi di daerahnya atau sesuai dengan kondisi lokal spesifik.
Pedoman dasar dan arah pengembangan koperasi ini baru akan bermanfaat jika dilaksanakan secara konsisten dan bersungguh-sungguh. Di samping itu, partisipasi aktif para pengusaha kecil yang anggota koperasi, juga sangat menentukan keberhasilan pembangunan koperasi. Karena itu upaya-upaya untuk meningkatkan partisipasi mereka perlu dikembangkan secara terus menerus, melalui pembuktian kongkrit manfaat koperasi dan tidak hanya melalui penyuluhan, pendidikan dan pelatihan yang lebih bersifat normatif.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar